Jumat, 06 April 2018

Dewi Hariti Pelindung dan Penyayang Anak-Anak

Dewi Hariti Candi Mendut
Dewi Hariti Candi Mendut
Dewi Hariti
Ada relief unik yang terdapat pada jalan masuk Candi Mendut dan Candi Banyunibo, yaitu relief seorang wanita yang dikerubungi anak-anak kecil. Kalau anda ingin mengetahui tentang sejarah dan seluk beluk candi dan bukan sekedar berwisata di candi pastinya pikiran anda akan dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan, salah satunya adalah siapakah wanita itu? Disini akan saya coba untuk menjawab. Dia adalah Dewi Hariti. Menurut cerita pada awalnya dia adalah seorang Yaksa (makhluk setengah dewa setengah manusia biasanya dalam bentuk Raksasa) yang suka melahap tubuh anak-anak. Namun setelah mendapat pencerahan Sang Budha, Dewi Hariti kemudian tersadar lalu bertobat dan berbalik menjadi penyayang dan pelindung anak-anak. Kisah tentang pertobatan dan kejadian pencerahan Dewi Hariti lebih lengkapnya seperti dibawah ini.

Dewi Hariti adalah adalah adik Yaksa Saptagiri sebagai pelindung Desa Rajagriha, dengan nama ‘Abhirti’. Suaminya adalah Pancika, anak Pancala, juga adalah Tentara Dewa Kuwera, yakni yaksa pelindung Gandhara. Pasangan Yaksa ini mempunyai 500 orang anak, sehingga disebut ‘panca-putra-sata-parivara”. Dewi Hariti mempunyai anak bungsu yang sangat disayanginya yaitu ‘Priyangkara’.

Yaksa Abhirti atau Dewi Hariti ini amat suka memakan daging anak-anak. Dalam waktu singkat, dia telah melahap hampir semua anak-anak di desa Rajagriha. Hal inilah yang membuat rakyat Rajagriha bersedih, dan kemudian para orang tua di desa itu datang untuk mencari bantuan dari Sang Buddha memohon pertolongan guna menyelamatkan anak-anak dari pemangsaan Dewi Hariti. 
Sang Buddha kemuadian berkata kepada para penduduk “Pulanglah dan tunggu sampai Yaksa meninggalkan rumahnya. Kemudian sembunyikan anak bungsu yang bernama Priyangkara. Saya akan mengatakan apa yang harus kalian lakukan selanjutnya,” 

Ketika Yaksa meninggalkan rumahnya, para orang tua di desa itu dengan sigap dan sembunyi-sembunyi menculik anak bungsu Dewi Hariti. Ketika pulang Hariti tidak dapat menemukan Priyangkara di rumah. Dicarinya ke mana-mana dengan perasaan sedih, dan bahkan nyaris putus asa. Dia sangat bersedih dan menderita, menangis, serta berguling-guling di tanah.

Pada akhirnya, karena putus asa, Dewi Hariti pun minta pertolongan kepada Buddha untuk dapat mengembalikan anak bungsunya. Sang Buddha menanyakan latar kesedihnya, dan dijawab bahwa ia kehilangan salah satu dari 500 anaknya. Padahal, pada sisi lain Hariti adalah makhluk yang tak mengenal belas kasih, suka melahap daging anak-anak. 

Buddha Sakyamuni bertanya kepada Yaksa Hariti, “Apakah engkau begitu mengasihi anakmu?” Dia menjawab, “Ya!” Sang Buddha berkata, “Engkau sangat mengasihi anakmu, orang tua yang lain juga mengasihi anak-anak mereka. Lalu, mengapa engkau memakan hampir semua anak-anak mereka? Bila engkau berjanji berhenti memakan anak-anak yang lain, maka saya akan membantu untuk menemukan anakmu.” 

Dewi Hariti segera berjanji. Setelah Sang Buddha menjelaskan "Kebenaran" kepadanya, dia segera tercerahkan dan tidak berani memakan anak-anak yang lain lagi. Sejak itu, Hariti menyadari kebodohannya, dan akhirnya berkenan mengikuti ajaran sang Buddha, yaitu "dharma ahimsa" (pantang melakukan kenyiksaan, apalagi pembunuhan terhadap makhluk hidup). Dewi Hariti tidak lagi memakan daging manusia, dan berubah total menjadi pelindung dan penyayang anak-anak. Dan sebagai balasannya, atas saran dari Sang Buddha maka orang-orang berjanji untuk menjaga anak-anaknya dengan memberinya persembahan makanan.

Kebanyaan Vihara Buddha di India Utara orang-orang Budha akan menyisihkan sebagian makanannya kepada Dewi Hariti dan ke 500 anaknya. Arcanya selalu diposisikan mengarah ke ruang makan. Selain di India Utara, Dewi Hariti juga dipuja di India Barat, bahkan akhirnya populer pula di Nepal, Tibet, Cina, Jawa, Bali, dan Turkestan. 

Pada umumnya Hariti ditampilkan bersama pasangannya, yaitu Pancika, yang merupakan tentara Dewa Kubera (Kuwera). Pada pengarcaan biasanya Hariti digambakan dalam posisi duduk atau berdiri dengan dikelilingi lima orang anak, yang diduga mewakili 500 anaknya. Salah satu tangannya membawa buah delima, sebagai simbol kesuburan. Delima juga melambangkan penyembuhkan dari kanibalisme. Warna buah delima yang merah menyerupai daging manusia yang merupakan santanpan Dewi Hariti ketika masih gemar memakan daging anak-anak.

Jumat, 30 Maret 2018

Relief Sidharta Berpamitan pada Keluarga Untuk Menjadi Pendeta


Setelah menemukan 3 Kasunyatan (Kenyataan Hidup), Pangeran Sidharta Gautama memutuskan untuk pergi dari istana yang penuh kenikmatan dan kemewahan. Sidharta ingin menemukan kenapa manusia harus mengalami ketiga hal itu dan bagaimana cara terbebas dari ketiga kenyataan hidup itu. 

Potongan kisah ini dapat ditemukan pada relief Candi Borobudur. Pada tingkat kedua, masuk bagian Rupadhatu, cara membaca dengan berjalan seperti jarum Jam, relief pada dinding sisi kanan menceritakan Kisah sang Buddha yang akan turun ke bumi menjadi manusia. Pada bagian ini diceritakan saat kehidupan terakhir sang Buddha sebelum akhirnya tercerahkan, yang terlahir sebagai Sidharta Gautama, seorang pangeran. 

Potongan kisah Pangeran Sidharta saat berpamitan dengan ayahnya untuk menjadi seorang pertapa atau Bhiksu dapat dilihat pada video diatas. Sebelum mengunjungi Candi Borobudur, alangkah baiknya kalau melihat dan belajar tentang Sejarah Candi ini.

Rabu, 28 Maret 2018

Kisah Manohara pada Relief Candi Borobdur

Relief Putri Manohara
Relief Cerita Manohara di Candi Borobudur
Cerita Putri Manohara sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Namun, beberapa tahun yang lalu gempar tentang kisah seorang wanita dari Indonesia yang mirip dengan cerita Putri Manohara. Masih ingat ya tentang seorang gadis bernama Manohara Odelia Pinot. Dia menikah dengan seorang Pangeran dari negeri Malaysia, namun kisahnya pilu karena mendapat perlakuan buruk dari suami dan keluarganya. Pengalaman gadis ini mirip dengan kisah Putri Manohara yang terdapat dalam cerita Buddhis seperti apa yang diceritakan dalam kitab Divyavadana.  Cerita Putri Manohara ini juga terpahatkan pada relif di Candi Borobudur, berlokasi di sebelah barat, lorong kedua candi Borobudur. Nama Manohara yang berarti "Cantik" adalah nama dari sesosok mahluk ‘Dewi Kinnara’ sejenis makhluk halus yang berkepala manusia namun berbadan burung. Putri Manohara adalah Kinnari yang tinggal di Gunung Kailasha. Dia adalah putri bungsu dari tujuh bersaudara, putri bungsu dari Raja Kinnara. Cerita selengkapnya seperti di bawah ini:

Alkisah seorang pemburu yang bernama Halaka mengunjungi seorang ‘Resi’ yang berdiam di tepi sebuah telaga, kemudian Resi menceritakan bahwa ada Dewi yang berbadan burung namun berkepala manusia, wajahnya sangat cantik dan memiliki suara yang merdu, lembut serta manis bagaikan madu.  Dewi ini adalah ‘Dewi Kinnara’ yang dapat berubah wujud menjadi seorang wanita yang sangat cantik.

Kemudian Halaka mendatangi Telaga itu. Dia menemukan Dewi-dewi Kinnara cantik yang sedang mandi. Dilihatnya seorang dewi yang paling cantik, dia adalah Manohara. Dengan menggunakan sebuah ‘jaring sakti’, Halaka menangkap Manohara ketika sedang mandi bersama dayang-dayangnya. Manohara yang tertangkap Halaka hanya dapat pasrah pada nasibnya saja, lalu dia menyerahkan ‘permata’ yang ditanam di dahinya pada Halaka, sedangkan dayang-dayangnya menghilang dalam ketakutan.

Halaka membawa Manohara ke sebuah kerajaan bernama "Pancala Selatan". Kemudian, putra mahkota kerajaan yang bernama ‘Sudhana’ melihat kecantikan Manoharā langsung jatuh cinta. Kemudian Halaka menyerahkan Manohara pada pangeran Sudhana untuk diboyong ke istana sebagai permaisuri.

Raja Kerajaan Pancala Selatan memiliki dua orang penasihat (Purohita), yang pertama sangat setia pada raja sedangkan yang kedua lebih setia pada pangeran Sudhana karena pernah dijanjikan akan diangkat menjadi penasihat ketika pangeran Sudhana naik tahta. Hal ini diketahui oleh penasihat pertama sehingga dia khawatir akan kehilangan jabatan ketika pangeran naik tahta kelak.

Kemudian dia mengatur siasat untuk menyingkirkan pangeran Sudhana dengan menyarankan Raja agar mengirim Sudhana untuk memadamkan pemberontakan yang tengah berkecamuk di suatu daerah di negeri ini, misi ini sangat berbahaya karena tujuh misi serupa sebelumnya selalu gagal melaksanakan tugasnya. Sebelum pergi untuk melaksanakan tugas yang diembannya, pangeran Sudhana kemudian menemui ibunya untuk menyerahkan Manohara beserta permata dari dahinya pada ibunya, dia mohon agar ibunya berkenan menjaga Manohara. 

Sungguh beruntung di tempat pemberontakan pangeran Sudhana memperoleh bantuan pasukan Yakṣa (peri) di bawah pimpin jendral ‘Pañciko’ yang diutus oleh ‘Raja Yakṣa”, sehingga dia mampu memadamkan pemberontakan tersebut. Setelah tugasnya selesai kemudian dia kembali ke istana.

Pada suatu malam raja merasa gelisah karena dibayangi mimpi buruk, penasihat raja kemudian menyarankan agar raja berkenan mengadakan upacara korban dengan cara mengorbankan Manohara, pada awalnya raja menolak tapi pada akhirnya dia menyetujui juga upacara korbanan ini. Manoharāa yang mendengar hal itu lalu minta tolong agar ibu mertuanya berkenan menolongnya, namun ibu mertuanya tidak menemukan cara untuk menyelamatkannya. Kemudian dia menyerahkan kembali permata pada Manohara, sehingga Manohara dapat terbang kembali ke ‘Negri Kinnara’.

Untuk mempermudah pangeran Sudhana menemukannya kelak maka dia singgah dulu ke tempat ‘Resi” di mana dia ditangkap. Kemudian Manoharā menyerahkan ‘cincin pengenal’ sebagai tanda darinya kepada ‘Resi’ untuk disampaikan pada pangeran Sudhana agar dapat menyusulnya kelak dan dia juga menunjukkan jalan ke ‘Negri Kinnara’.

Setelah menghadap Raja maka pangeran Sudhana menyerahkan semua harta pampasan kepada Raja, kemudian dia kembali ke istananya untuk menemui Manohara. Namun dia tidak menemukan Manoharā di istananya, kemudian ibunya menceritakan semua kejadian tersebut pada pangeran Sudhana, tanpa kehadiran Manohara hidupnya terasa hampa, kemudian dia bertanya pada Halaka tentang hal ini dan Halaka menganjurkan agar menemui Resi yang berdiam di tepi telaga.

Raja berusaha mencegah kepergian pangeran Sudhana dengan mengerahkan pasukan untuk menjaga pintu gerbang istana, namun pangeran Sudhana berhasil lolos dan tiba di tempat Resi dengan selamat, dengan bantuan ‘cincin pengenal’ dan petunjuk jalan maka dia berhasil tiba di ‘Negri Kinnara’.

Tidak jauh dari istana di ibukota ‘Negri Kinnara’ pangeran Sudhana melihat beberapa Kinnara sedang mengambil air untuk mandi putri Manohara, kemudian pangeran Sudhana meletakan ‘cincin pengenal’ di dalam pot air untuk diperlihatkan pada putrid Manohara. 

Setelah mendengar laporan dan melihat cincin tersebut maka secara rahasia pangeran Sudhana bisa dibawa ke istana untuk menghadap Raja Druma, awalnya raja ingin mencabik dan memotong Sudhana menjadi beberapa potongan namun akhirnya raja menerima dengan bersahabat, Raja meminta bukti kemampuan dan keterampilan pangeran Sudhana. Raja Druma, menantang Pangeran Sudhana untuk membuktikan keahliannya memanah pada para jago-jago panah di Kerajaan Utara. Pangeran Sudhana menyanggupi. Kompetisi digelar, adu memanah antara Pangeran Sudhana dengan para jagoan panah dari Kerajaan utara berlangsung. Terbukti, Pangeran Sudhana memang jago memanah dan setiap para ksatria Kerajaan Utara terkalahkan oleh skill memanahnya.

Raja Druma yang melihat kenyataan itu memahami bahwa Pangeran Sudhana memang benar mencintai anaknya. Syarat yang ia berikan pada menantunya itu juga sudah dipenuhi. Ia pun memberikan anaknya tercinta kembali ke suaminya.

Pangeran Sudhana dan istrinya, atas permintaan dari ayahanda Manohara, Raja Druma, mereka tinggal sementara di Kerajaan Utara. Sekian lama mereka tinggal di kerajaan itu, Pangeran Sudhana meminta diri untuk kembali ke Kerajaan Selatan dan menuntut atas tindakan ayahandanya pada istrinya.

Pangeran Sudhana memberontak pada Kerajaan Pancala Selatan, merebut tahta itu dari ayahandanya. Tak lama kemudian, ia berhasil menjadi raja di Kerajaan. Kemudian di Kerajaan Utara, Raja Druma yang sudah tua turun tahta dan menyerahkannya pada Pangeran Sudhana. Lewat Pangeran Sudhana, kerajaan di Pancala yang saling berseberangan dan berbeda ini disatukan untuk hidup dalam kemakmuran dan kedamaian.

Minggu, 25 Maret 2018

Cerita Jataka Gajah Agung pada Candi Borobudur

Jataka Gajah Agung
Cerita Jataka tentang Gajah Agung
Gajah Agung
Jataka pada Relief Borobudur

Bodhisatwa terlahir sebagai Gajah yg mulia. Pada suatu hari sang Gajah sedang berada dipinggiran hutan yg dikelilingi padang pasir. Tiba-tiba bertemu dengan sekelompok orang yg sedang kelaparan,kehausan dan keletihan serta merintih meminta pertolongan. Tergeraklah hatinya untuk menolong orang-orang itu.

Kemudian sang Gajah menyuruh rombongan itu untuk berjalan ke lembah dikaki gunung. Gajah itu bilang disana ada danau yg airnya sangat jernih dan ada gajah mati sehingga mereka bisa makan daging gajah tersebut dan mengambil ususnya untuk dijadikan kantung-kantung air sebagai bekal perjalanan pulang mereka.

Kemudian sekelompok orang itu berjalan menuju ke tempat yang ditunjukkan oleh Gajah tersebut, sementara sang Gajah pergi mengambil jalan lain mendaki gunung dari sisi berbeda dan setelah sampai atas dia menjatuhkan dirinya ke bawah lembah kaki gunung yang ditunjuk.

Akhirnya saat rombongan itu sampai di lembah kaki gunung, mereka menemukan danau dengan air bening dan seekor gajah yg sudah mati. Mereka terheran karena Gajah yang mati tersebut mirip dengan Gajah yang memberi arahan kepada mereka untuk datang ke tempat itu. Mereka akhirnya mengetahui bahwa itu adalah Gajah yang sama.  

Rombongan itu akhirnya selamat sampai tujuan berkat pengorbanan dari Sang Gajah Agung, yang telah mengorbankan dirinya menjadi makanan dan memberikan ususnya sebagai kantong air bagi sekelompok orang yg sedang kelaparan dan kehausan.

Jumat, 23 Maret 2018

Cerita Jataka pada Relief Borobudur tentang Perbuatan Baik Rusa Ruru

Cerita Rusa Ruru Relief Borobudur
Cerita Jataka Rusa Ruru
Cerita Jataka pada Relief Borobudur
Rusa Ruru

Ini adalah cerita edukatif ketika Bodhisatwa terlahir menjadi seekor Rusa. Si Rusa selalu tinggal di dalam hutan. Rusa ini adalah Rusa Ruru yang pandai bicara seperti manusia. Tubuhnya sangat indah,tanduknya bercahaya bagai emas, dan bulunya berkilau bagai permata.

Dengan berbagai pesonanya Rusa Ruru memilih untuk selalu tinggal di dalam hutan, karena kalau keluar dari hutan sangatlah berbahaya, banyak orang yg akan menangkapnya.

Suatu hari Rusa Ruru mendengar rintihan orang minta tolong, ketika didekati ada orang yang telah tersesat terseret arus sungai dalam kondisi yang lemah. Tergeraklah hati si Rusa untuk menolong orang itu sampai kondisinya pulih.  Setelah itu si Rusa Ruru juga menunjukkan jalan keluar dari hutan.

Sebelum berpisah Rusa Ruru minta tolong kepada orang yang telah ditolongnya supaya jangan pernah menceritakan tentang pertemuannya lokasi tempat tinggal dengan Rusa Ruru. Namun dilain waktu karena mimpi seorang Permaisuri Raja tentang Rusa cantik keemasan yg ada dihutan dan ingin menangkapnya. Oranfg yang pernah ditolong oleh rusa Ruru, demi mendapatkan hadiah dari Raja, maka berani berkhianat dengan menunjukkan tempat  tinggal Rusa tersebut.

Akhirnya ketika Sang Raja akan mengarahkan panahnya ke arah Rusa Ruru, si Rusa bertanya pada Raja "Siapa yg telah menunjukkan tempat tinggalnya?" Raja menunjuk pada orang yg ternyata sudah dikenal oleh Rusa Ruru.

Akhirnya Rusa Ruru menceritakan semua kisahnya tentang balasan orang yang telah ditolongnya dan seketika itu Raja mengarahkan panahnya ke orang yg telah berkhianat. Namun Rusa melarang untuk membunuhnya dan minta pada Raja supaya tetap memberi hadiah yg dijanjikan kepada orang tersebut. Orang tersebut melakukan ini terpaksa karena kemiskinannya.

Akhir cerita, karena Welas Asih dan Kebijaksananya Rusa Ruru dibawa ke Istana menjadi Penasehat Raja.

Rabu, 21 Maret 2018

Bodhisatwa terlahir sebagai Seekor kelinci yang suka Berderma

Relief Jataka Candi Borobudur
Relief Jataka Candi Borobudur
Relief Jataka Candi Borobudur
Bodhisatwa terlahir sebagai Seekor kelinci yang suka berderma

Terlahir sebagai Seekor Kelinci, Dia tinggal di hutan dan berkawan dengan Beruang, Kera dan Serigala. Kelinci berkawan akrab dengan mereka dan sering memberi nasihat tentang berderma pada mereka.

Suatu hari dari kejauhan terdengar suara orang merintih minta pertolongan. Kemudian Kelinci dan teman-temanya mendekat ke arah sumber suara itu. Ternyata ada orang yg sudah tua dan sedang merintih kelaparan memohon pertolongan.

Kelinci dan teman-temannya tergerak hatinya untuk menyelamatkan menolong orang itu dengan saling mencari makanan untuk orang tua itu. Akhirnya Beruang datang dengan membawa beberapa ekor ikan. Si Kera membawa beberapa buah-buahan. Serigala pun membawakan daging. Namun,  Kelinci datang tidak dapat membawa makanan yang pantas karena dia cuma punya rumput.

Apapun yang terjadi Kelinci karena tetap ingin berderma untuk orang tua yang kelaparan tersebut, maka dia mengumpulkan ranting-ranting kayu dan membakarnya, selanjutnya kelinci itu melompat kedalam api mengorbankan dirinya untuk bisa dimakan. Kelinci yg agung itu tetap bisa berderma dengan pengorbanan yang mulia.